Fakta-Fakta Unik Mengenai Agats, Ibukota Kabupaten Asmat (Part 3)

4.    Air Bersih

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari penduduk di Agats hanya memanfaatkan air hujan. Berada di daerah pesisir yang dipengaruhi pasang surut air laut  ditambah substrat yang berlumpur maka tidak memungkinkan menggali sumur untuk memperoleh air tanah yang tawar yang ada airnya payau dan keruh. Beberapa orang pernah mencoba membuat sumur bor tetapi sudah gali bepuluh-puluh meter tidak juga berhasil menemukan air tawar. 
Agats dikelilingi sungai tapi semua airnya payau, warnanya kecoklatan dan tidak layak untuk di konsumsi. Jadinya harapan satu-satunya masyarakat adalah air hujan dan beruntungnya Agats selalu turun hujan, selama dua tahun tinggal di kota ini paling lama tidak turun hujan hanya sekitar 3 minggu. Di saat daerah lain di Indonesia tidak turun hujan selama berbulan-bulan saat musim kemarau, Agats tidak sampai satu bulan hujan kembali turun walaupun tidak sesering saat musim hujan.

Setiap rumah tinggal, rumah makan, hotel dan perkantoran memiliki tangki penampungan air, masyarakat di Agats menyebutnya blong air. Air hujan yang jatuh di atap semua dialirkan ke blong. Jumlah dan ukuran blong tergantung dari kebutuhan. Rumah makan dan hotel umumnya memilki puluhan blong/bak penampungan air 1100 L atau lebih untuk menampung air hujan, blong2 tersebut tersusun rapi  ditempatkan di belakang atau di samping rumah. 
Untuk rumah tinggal jumlah blong tergantung jadi jumlah penghuninya semakin banyak orang maka jumlah blongpun harus banyak mengingat kebutuhan air yang besar. Untuk skala rumah kontrakan paling banyak 2 blong yang biasanya cukup dipakai 2 minggu dengan jumlah 3 orang dalam satu rumah. Beberapa tempat juga memanfaatkan bagian kolong rumah dengan mamasang terpal untuk menampung air dan menggunakan pompa saat akan menggunakannya. Selain itu botol-botol kemasan air mineral juga dimanfaatkan untuk menampung air. 


Jejeran Blong air

Air layaknya harta yang berharga yang dijaga dan dipergunakan sebaik mungkin, kita benar-benar harus berhemat dalam pemakaiannya. Saat musim kemarau dimana hujan hanya turun 2-3 minggu sekali maka proses penghematan air yang luar biasa diterapkan dimana mandi hanya sekali sehari dengan jatah satu ember, mencuci sekali seminggu dan tidak dibilas tetapi langsung direndam di molto sekali bilas lalu dijemur. Setiap pagi bangun dengan ketakutan apakah air di blog masih cukup  dan tidak lupa berdoa semoga hujan segera turun. Jika ditempat lain ketika hujan turun di malam air saatnya untuk tidur  nyenyak maka di Agats orang akan bangun untuk mengisi semua wadah yang bisa untuk menampung air. 
Saat musim hujan maka yang terjadi adalah kebalikannya dimana penggunaan air bisa dilakukan sesuka hati, air melimpah, semua blong terisi penuh karena hujan biasanya turun setiap hari. Yang perlu diperhatikan apabila sudah  beberapa minggu tidak  hujan maka saat hujan pertama turun air biasanya banyak kotoran seperti daun-daun kering dari atap dan kotoran lainnya. Untuk itu di pipa yang mengalirkan air masuk ke dalam blong air harus di pasang penyaring begitupula dengan keran air harus dipasang kain untuk menyaring air sebelum digunakan.

Untuk kebutuhan air minum selain air hujan, beberapa orang yang umumnya pendatang meminum air mineral kemasan. Ada sedikit ketakutan bagi mereka memasak air hujan untuk dijadikan air minum karena adanya mitos bahwa air hujan tidak baik untuk kesehatan atau rasa airnya yang aneh tidak seperti air tanah, namun faktanya orang yang puluhan tahun tinggal di Agats dan mengkonsumsi air hujan mereka masih hidup dengan sehat sampai hari ini. 
Konsumsi air kemasan yang besar menyebabkan pasokan air mineral kemasan di Agats sangat besar dan harganya cukup mahal, untuk yang ukuran 1,5 liter 10.000/botol dan 600ml 5.000/botol. Ada pengusaha air galon namun tidak terlalu diminati harganya 20.000/galon. Ada pula air galon yang di datangkan dari Timika dan Merauke tetapi harganya cukup mahal sekitar 50.000/galon dimana kalau di tempat asalnya harganya hanya 15.000/galon. 

Bulan Agustus - Oktober 2015 sebelum saya ke pindah ke Agats kota ini mengalami kemarau panjang yang menyebabkan banyak warganya yang mengungsi ke Timika dan Merauke, air sebagai kebutuhan utama sangat susah diperoleh karena hujan tidak turun berbulan-bulan, hanya bisa mengandalkan persediaan di bak-bak penampungan. Mereka yang telah kehabisan persediaan air dan tetap bertahan di Agats kemudian mencari cara untuk memperoleh air salah satunya dengan menggali tanah membuat semacam kolam kecil, ada air namun keruh kemudian diberi tawas untuk menjernihkan, setidaknya bisa buat dipakai mandi dan mencuci. Air menjadi barang yang sangat mahal bahkan orang-orang berkelahi karena air, terjadi pencurian air dan harga air minum kemasan melambung tinggi karena permintaan yang begitu besar.

Botol bekas kemasan yang diisi air hujan sebagai persediaan jika air di bak penampungan telah habis

5. Pasar

Pasar tradisional terletak di dekat lapangan Yosudarso Kota Agats. Penjual terdiri dari pendatang dan masyarakat lokal (suku Asmat). Masyarakat lokal  menjual hasil laut seperti ikan, udang dan kepiting serta sayuran hasil kebun mereka seperti daun singkong, katuk, daun labu, dan lainnya. Para pendatang menjual kebutuhan lain yang kebanyakan tidak dijual oleh masyarakat lokal dengan membuka toko kelontong, pakaian, menjual perabotan rumah tangga dan lainnya. Pasar ini buka dari pagi – sore dan ramainya sore hari dimana masyarakat lokal yang baru pulang dari melaut langsung menggelar hasil tangkapan mereka di pinggir jalan
Hasil laut yang dijual oleh masyarakat lokal adalah hasil tangkapan mereka sendiri dan jika ada pendatang yang menjual ikan maka ikan tersebut didatangkan Tual dan Merauke (bukan ikan lokal).  Di Asmat ada peraturan yang tidak tertulis dimana pendatang tidak diperbolehkan untuk melaut karena ada ketakutan jika pendatang melaut maka masyarakat lokal akan tersaingi. Masyarakat lokal menjual dengan sistem tumpuk mereka tidak mengenal yang namanya timbangan. 
Mama-mama yang menggelar jualannya 
Jualan yang dijual dengan sistem tumpuk, satu tumpuk harganya antara 5000-10.000 rupiah

Buah kom, buah lokal yang rasanya asam, satu tumpuk dijual 5.000 rupiah dan bonus penyedap rasa. Masyarakat lokal sangat suka mengkonsumsi buah ini dicampur penyedap rasa

Yang unik lainnya beberapa jenis sayuran yang dijual sudah siap masak (sudah dipotong-potong), masyarakat yang suka praktis beli ini tinggal cuci dan dimasak

Dibulan – bulan tertentu hasil laut melimpah sehingga harga ikan menjadi sangat murah dan terkadang juga terjadi kebalikannya dimana ikan sangat langka sehingga harganya sangat mahal (biasanya musim barat dimana ombak sangat kencang dan masyarakat tidak bisa melaut). Udang dan kepiting bakaupun di bulan-bulan tertentu sangat melimpah dan harganya sangat terjangkau, biasanya harga bumbu untuk memasaknya yang lebih mahal. Tinggal di Agats kita bisa makan hasil laut yang segar setiap harinya. 
Harga sayuran yang didatangkan dari luar  seperti sawi, terong, kentang, wortel, kol dll serta bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, dll cukup mahal, begitupun dengan buah-buahann jadinya pakainya harus irit. Sebagai contoh untuk 1 buah wortel yang berukuran sekitar 15 cm dijual dengan harga 15-20rb rupiah jadilah selama disana lebih banyak mengkonsumsi sayuran lokal yang harganya lebih terjangkau. Sayuran lokal seperti daun singkong, katuk, labu dijual 5.000/ikat.
Masyarakat berkumpul di jembatan menunggu nelayan menaikkan ikan hasil tangkapan dari perahu, mereka biasanya berebut untuk mendapatkan ikan terbaik. Nelayan yang melaut tidak membawa es untuk mengawetkan hasil tangkapan mereka jadi hasil tangkapan mereka harus dijual hari itu juga dan jika tidak habis akan dibawa pulang untuk dikonsumsi sendiri atau dibuang. Di Agats belum ada pabrik es, nelayan melaut masih menggunakan peralatan seadanya.

Ikan-ikan hasil tangkapan masyarakat yang dijual dengan harga bervariasi tergantung jenis ikan, paling mahal ikan kakap putih harganya antara 30.000-50.000/ikat tergantung ukuran namun ada juga ikan seperti ikan duri yang dijual 20.000/ikat
Kepiting Bakau biasanya dijual dengan harga 5.000-10.000/ekor
Beli udang yang dijual 10.000 rupiah/tumpuk
Memegang ikan bandang yang jika musimnya satu ekor sebesar itu hanya dijual dengan harga 30.000 rupiah dan saat sedang tidak musim akan dijual 70.000-90.000/ekor.

6.  Menikmati Sunset


Dibangun di dekat muara kali Aswet yang menghadap ke Barat maka Agats menjadi lokasi yang tepat untuk menikmati keindahan matahari tenggelam. Kita dapat berkunjung ke Pelabuhan Fery setiap sore saat cuaca cerah sambil duduk-duduk santai menikmati sunset. Selain itu, kita juga dapat menemui orang yang memancing atau anak-anak yang sedang berenang. Sunset kadang tenggelam tepat di muara sungai dan terkadang di sela-sela hutan mangrove.


7.  Museum Asmat

    Suku Asmat sangat terkenal dengan budaya mereka, salah satunya ialah seni ukiran baik berupa patung maupun panel dan berbagai benda-benda adat lainya. Untuk skala kabupaten yang berada di pedalaman tapi memiliki museum itu suatu kebanggaan bagi Suku Asmat. Museum ini di bangun oleh keuskupan Agats dan berisi ribuan koleksi karya seni suku Asmat. 
  Museum dibuka untuk umum bulan Agustus tahun 1973. Setiap tahun koleksi terus bertambah salah satunya dari hasil seleksi pesta budaya Asmat dimana pemenang 1 - 3 akan di simpan di museum Asmat. 

Gedung museum lama
Gedung museum baru yang diresmikan Oktober 2016 namun belum sepenuhnya koleksi dipindahkan ke museum baru ini dan belum dibuka untuk umum, masyarakat masih berkunjung ke museum lama




Patung mbis
Berbagai koleksi museum

8. Kompor dan lainnya

Untuk memasak di Asmat jangan cari kompor gas karena yang ada hanya kompor minyak tanah. Dari hotel, rumah makan, rumah tangga dan apapun itu yang butuh masak memasak semuanya menggunakan kompor minyak tanah dan untuk di kampung-kampung kebanyakan masih menggunakan kayu bakar. Masyarakat tidak mau menggunakan gas karena takut jika meledak dan mengakibatkan kebakaran. Rumah di Agats semuanya berbahan dasar kayu dan letaknya berdempetan sehingga jika terjadi kebakaran akan dengan cepat menjalar ke rumah lainnya. Untuk memadamkan api apabila terjadi kebakaranpun akan sangat sulit karena tidak ada mobil kebakaran, yang bisa digunakan hanya pompa untuk memompa air dari sungai dan tenaga manusia mengangkat air menggunakan peralatan yang ada. Harga minyak tanah cukup murah karena masih disubsidi 6.000 rupiah/liter. Harga yang sangat berbeda jauh dengan tempat lain dimana harga minyak tanah mencapai 25.000 rupiah/liter.

Berjalan di jalanan kota Agats kita akan sangat jarang melihat sampah, yang ada ialah ludah pinang dan kotoran anjing. Selepas hujan berjalan tanpa alas kaki atau duduk-duduk santai di jalan sangat menyenangkan. Tapi jangan berbahagia dulu karena semua sampah ada dibawah jalanan. Sebagian besar masyarakat masih membuang sampah sembarang dengan anggapan bahwa nanti sampah akan dibawah air laut saat air pasang. Pemerintah sebenarnya sudah membuat TPA namun belum berfungsi optimal, kebanyakan sampah yang diangkut dan dibuang di TPA berasal dari perumahan.
tumpukan sampah di bawah jalanan/jembatan
TPA yang dibuat oleh pemerintah, jalan ditengah sebagai jalur lewatnya gerobak pengangkut sampah
Tidak adanya halaman rumah menyebabkan sebagian besar anak-anak di Agats bermain di jalan raya, kendaraan yang tidak begitu banyak menyebabkan anak-anak bisa bermain tanpa banyak gangguan. 

Perbedaan ketinggian air saat pasang dan surut di Agats
air pasang
air surut


 

Komentar

Postingan Populer