Perjalanan Ke Kota Agats, Asmat
Agats, mendengar nama ini yang
terbayang di kepala langsung mengarah ke satu jenis serangga yang masih
teman dekat dengan nyamuk tapi ukurannya lebih kecil, suka gigit juga, yang berbeda dipenulisan namanya
karena nama hewan ini Agas tanpa huruf T. Dan ternyata nama hewan yang kedengaran aneh ini
diabadikan menjadi nama suatu daerah yang sejak tahun 2003 jadi Ibukota
Kabupaten Asmat yang terletak di bagian selatan Papua. Dari informasi yang saya
dapat dinamakan Kota Agats karena di tempat ini dulunya banyak hewan Agas.
Kota Agats terletak di wilayah pesisir, untuk bisa sampai di tempat ini hanya ada dua jalur transportasi yang bisa di gunakan, kalau bukan lewat laut ya lewat udara, tidak ada jalur darat. Untuk Jalur udara dapat menggunakan pesawat kecil seperti Susi Air dan AMA (Maskapai milik Keuskupan) yang memuat 9 orang penumpang, naiknya dari Bandar udara Mozes Kilangin Timika selama kurang lebih 45 menit dan untuk jalur laut menggunakan kapal Pelni dari pelabuhan Pomako Timika selama 10-12 jam. Tinggal pilih, tetapi jadwal kapal dan pesawatnya tidak menentu kadang berubah tidak beraturan jadi harus selalu di cek di Pelni dan maskapainya langsung. Bisa via Merauke juga tapi waktu perjalanannya lebih lama karena jaraknya lebih jauh.
Hari senin 16 November 2015 pukul 12.30 WIT saya bersama tiga orang teman berangkat dari Kota Timika ke Pelabuhan Pomako dengan menggunakan mobil sewa, selama 1,5 jam. Lokasi pelabuhan memang lumayan jauh dari kota. Dalam tiket yang kami beli tertera jadwal kapal berangkat pukul 13.00 WIT namun kapal tidak pernah tiba tepat waktu jadi jangan percaya dengan jadwal yang ada di tiket (begitu petuah yang kami dapat dari orang yang sudah pulang balik Agats menggunakan kapal). Ini pertama kali nya kami berempat ke Agats jadi sebelum kesana kita sudah mengumpulkan informasi mengenai kota itu.
Kapal bersandar di Pelabuhan Pomako, Timika |
Desak-desakan para penumpang yang akan naik ke atas kapal |
Matahari bersinar terik, kami
duduk diantara container yang tersusun rapi di Pelabuhan menunggu kedatangan
kapal. Pukul 15.00 WIT kapal akhirnya bersandar di pelabuhan, telat 2 jam dari
jadwal di tiket. Suasana berubah pelabuhan menjadi sangat ramai dan penuh
sesak. Satu pintu yang letaknya agak tinggi (deck 4 ) dibuka untuk menurunkan
penumpang dan pintu lainnya di deck 3 untuk penumpang yang akan naik ke kapal.
Desak-desakan dan saling dorong itu sudah pasti, sudah merupakan ciri khas saat
naik kapal laut. Butuh perjuangan untuk naik ke atas kapal, pastikan barang berharga tersimpan dengan baik. Mata harus selalu awas, banyak orang yang bawa barang sambil di pikul, salah sedikit bisa kena kepala.
Kami berangkat dengan segudang barang bawaan, maklum baru pertama kali ke Agats dan kita akan tinggal untuk waktu yang lama. Dari informasi yang diperoleh harga barang disana mahal jadilah segala kasur, kompor, kipas angin dan barang lainnya dibawa dari Timika, ditambah barang pribadi, total 1 mobil pick up kami sewa untuk membawanya.
Kami berangkat dengan segudang barang bawaan, maklum baru pertama kali ke Agats dan kita akan tinggal untuk waktu yang lama. Dari informasi yang diperoleh harga barang disana mahal jadilah segala kasur, kompor, kipas angin dan barang lainnya dibawa dari Timika, ditambah barang pribadi, total 1 mobil pick up kami sewa untuk membawanya.
Kami lalu mengatur siasat, dua
orang naik duluan untuk mengambil tempat dan yang lainnya menunggu di bawah.
Setelah dapat tempat, satu orang menjaga di atas dan satunya turun untuk
membantu membawa barang. Dengan barang yang segitu banyaknya maka kami harus
menyewa porter/TKBM untuk membawakan sebagian barang. Sebelum menggunakan jasa
mereka harus tawar menawar harga terlebih dahulu karena mereka biasaya memasang
harga yang cukup tinggi. Hari itu naik Kapal Tatamailau, kapalnya cukup nyaman
apalagi kami dapat kamar kelas 2. Dalam satu kamar ada 4 tempat tidur, lemari,
AC dan kamar mandi. Saat ini ada 3 kapal yang masuk ke Agats yaitu Kalimutu, Sirimau
dan Tatamailau, namun hanya Tatamailau yang punya kamar kelas, yang lain semua
sudah dirubah jadi kelas ekonomi. (Skefo: Sekarang semua kapal yang ada hanya
kelas ekonomi, sudah tidak ada kelas yang lain, maka beruntunglah kami saat itu
masih sempat merasakannya). Tiba di dalam kamar kami merapikan barang,
mengademkan diri dan beristirahat, capek angkat barang dan berdesak-desakan di
tambah cuaca yang panas.
“Disampaikan kepada penumpang
kelas 1 dan 2 bahwa makan malam telah tersedia, silahkan menuju ruang makan
untuk menikmati sajian makan malam” sekitar pukul 6.00 WIT terdengar pengumuman
dari awak kapal melalui pengeras suara. Semua terbangun dari tidur dan menuju
ke tempat makan, kalau panggilan makan ya pergerakan harus cepat. Di atas meja telah
tersedia makanan yang akan dinikmati. Ruang makan cukup besar, bersih dan
tertata rapi. (Kalau kelas ekonomi kita sendiri yang pergi mengambil makanan
yang sudah disediakan dalam kotak makananan dan harus mengantri).
Di kamar kelas dua tidak terdapat
TV jadi untuk mengisi kekosongan kami hanya memanfaatkan laptop untuk menonton
dan sisanya diisi dengan tidur. Setiap naik kapal saya pasti selalu meminum
obat anti mabuk karena saya tidak kuat alias sakit kepala apabila kapal oleng
ke kiri dan ke kanan. 12 jam waktu yang
di gunakan untuk mencapai Agats, beruntung laut cukup bersahabat, tidak
berombak besar jadi kapal tidak terombang-ambing.
Kondisi di dalam kamar kelas 2 |
Suasana di kelas Ekonomi |
Makanan yang disediakan di kapal |
Karena belum memiliki tempat
tinggal maka untuk sementara kami menginap di Hotel. Jarak pelabuhan ke hotel
cukup jauh (± 1 KM), kami harus menggunakan ojek dan menyewa gerobak dorong untuk
mengangkut barang karena di Agats tidak ada mobil. Saat tukang ojek melajukan
motornya saya heran kenapa tidak ada bunyinya, ternyata motor yang digunakan
disini adalah motor listrik, sedikit kampungan tapi tak apalah.
Keadaaan di dalam kamar hotel |
Hotel aggrek, itu nama hotel
tempat kami menginap, letaknya tepat disamping kantor WWF Asmat. Tiba di hotel
kami masih harus menunggu orang yang membawa barang menggunakan gerobak, mereka
tiba sekitar 30 menit kemudian, lama, karena mereka berjalan kaki sambil dorong
gerobak yang banyak isinya. Setelah itu baru beristirahat dan pagi harinya kami
disambut oleh hujan yang cukup deras. Karena kemarin tibanya subuh jadi tidak
bisa melihat keadaan disekitar hotel, setelah pagi baru terlihat ternyata
hotelnya saat Asri, banyak pepohonan disekitarnya, di dalam lobby hotel
terdapat banyak ukiran khas suku Asmat. Hotelnya sederhana, di dalam kamar
hanya terdapat ranjang, lemari, dan kipas angin serta kamar mandi dan seluruh
bangunan hotel terbuat dari kayu/papan. Di hotel tidak disediakan sarapan, tidak ada
restonya juga karena hotel hanya diperuntukkan untuk menginap saja.
Listrik tidak 24 jam, menyalanya
hanya pada jam-jam tertentu, jam 3 – 8 pagi, setelah itu padam dan akan menyala
lagi jam 6 sore sampai 10 malam. Jadi kami harus beradaptasi dengan kondisi
ini, barang-barang elektronik harus di cash full saat listrik menyala. Setelah
menginap 3 malam di hotel akhirnya kami menemukan rumah kontrakan, kamipun
pindah kesana dan memulai petualangan hidup di Asmat.
Komentar
Posting Komentar